Kamis, 10 April 2014

Masyarakat Sunda mempunyai tradisi makan bersama yang dikenal dengan sebutan  Botram. Begitu juga dengan kaum muda di Desa Sadamukti, sebuah desa kecil di kaki Gunung Salak, anak-anak muda di sana kerap berpesiar di seputaran hutan dan air terjun  untuk berbotram ria
Sejatinya makan bersama ala Botram biasa dilakukan di luar rumah,  bisa di kebun, di tepian sungai, atau sembari pesiar yang murah meriah. Masyarakat Sunda juga biasa melakukan Botram sebelum bulan puasa.
Sederhana, tidak perlu makanan yang mewah, tidak perlu rupa-rupa perlengkapan makan, tidak ada urutan makan. Acara makan Botram berbentuk lesehan, bebas, dan tidak mengenal etika Table Manner, sebaliknya meleng sedikit lauk yang ada di depan kita bisa berpindah tempat dengan cepat. Menu utama Botram biasanya nasi liwet, lauknya  bervariasi, boleh ikan asin, tempe orek, ayam, oseng jengkol, petai goreng cabai dan lain-lain. Yang pasti sambal dan lalapan adalah dua bagian penting yang harus ada di sana.. pokoknya yummy .
Siang itu, aroma nasi liwet yang tengah ditanak sudah tercium kuat dari kuali yang digantung dengan tripod kayu darurat di depan tenda. Kombinasi aroma bumbu daun sereh, salam, langkoas, rajangan cabe, bawang dan potongan ikan asin yang meruap dari dalam kuali, seperti mengalahkan bau semak yang basah selepas hujan.  Saking santernya aroma tersebut, sampai-sampai beberapa ekor lalat hutan datang berkunjung ke tenda kami yang damai itu.
Saya tengah berada di sebuah lembah cantik, di tengah belantara Gunung Salak, hanya beberapa puluh meter dari dari air terjun berundak dua dan saya tengah dilanda lapar yang luar biasa setelah menyelesaikan latihan mendaki cepat dengan membawa segalon aqua ke puncak Gunung Salak. Lapar, hawa dingin, dan lokasi yang spektakuler menjadikannya sebuah kombinasi yang dahsyat untuk mendongkrak selera makan saya.
Bayangkan anda ngebotram di dangau di tepi sawah dengan semilir angin nan sejuk atau di rumah kebun dengan view gunung gemunung nan hijau, bersama teman-teman terbaik