Senin, 19 Mei 2014

Majalengka Jl Pahlawan, Minggu Pemuda bekerjasama dengan PMI Majalengka mendatangkan mobil PMI ke kampong/Desa saya, Dalam pelaksanaan aksi ini ada 10 peserta dari kampung sosial yg secara suka rela menyumbangkan darah, sedang dari para pemuda ada 6 peserta. Total darah yg terkumpul 16 kantong darah. Terdiri dari 9 darah O, 1 darah AB, 4 darah B dan 2 darah A.

Di Kampung Sosial ini sebelumnya telah melakukan sosialisasi dengan masyarakat meskipun sudah di kasih tau sebelumnya itu di minggu kemarin pas minggu bersih dan hanya untuk mengingatkan pada masyarakat kita perlu bersosialisasi lagi dan agar lebih pas di umumkan di masjid juga, melihat perlunya diadakan aksi lanjutan. Antusiasme masyarakat kampong/desa terhadap anggota PMI yang sangat luar biasa sehingga hal inilah yang mendorong terlaksananya donor darah di kampong ini.
Drs. H. Eddy Anas Djunaedi, MM selaku Ketua PMI Majalengka  menyampaikan Visi, Misi dan tujuan  Pemuda kepada masyarakat bahwa donor darah ini adalah program terakhir akan pergantiannya ketua dari Pemuda yaitu Tahjudi Jaya.

Disela-sela menjelang berakhirnya acara Ketua Pemuda juga menyampaikan beberapa aksi kegiatan selain dari donor darah seperti aksi bersih – bersih, penyuluhan gizi dll. Pak RW  antusias dan merespon positif terhadap aksi – aksi Pemuda.

Sabtu, 10 Mei 2014

Pada hari Minggu, Pukul 7. 15 pagi  25 para pemuda  sudah berkumpul di rumah pak Iing, ketua RT 02, sambil menunggu warga kumpul untuk bersama-sama melakukan kerja minggu bersih bercengkarama dulu dg Bpk Rt Iing berbincang-bincang mengenai rencana kegiatan ke depan di lingkungan tersebut. “Ya, saya kira itu rencana yang baik dari pemuda”, kata Bapak Iing.

Sekitar  pukul setengah sembilan bapak RW datang sambil membawa alat-alat seperti alat tempur dan lainnya. Kemudian dari para pemuda  yang berjumlah 25 orang laki-laki dan perempuan ikut nimbrung bersama-sama membersihkan pinggir areal masjid Al-Ishlah, selokan dan Alang-alang,  dengan menebang pohon benalu  yang tumbuh di pingir areal tersebut.

Hanya dalam waktu satu jam setengah, masyarakat, pemuda  bahu membahu, ada yang bagian menebang dam ada bagian yang membersihkan dan mengangkut hasil penebangan ke areal pembuangan.

Sekitar pukul setengah sebelas masyarakat dan pemudapun istirahat sambil menikamati hidangan seadanya yang disediakan ibu-ibu. Di sela-sela istirhat dan gemercikan air hujan yang turun antara pemuda dan masyarakat setempat setuju untuk melakukan kerjasama dan bersatu untuk memajukan kampung/desa. “Saya merasa tersanjung dengan semangat para pemuda di kampung/desa kami, minggu depan kami mohon bantuannya lagi untuk melanjutkan program ini lagi”, kata Bapak Kunung, selaku RW kampung/desa setempat.

Tak kalah dengan bapak RW yang welcome dengan Pemuda, Bapak Rt 2 juga setuju dengan rencana kegiatan Pemuda  yg akan melaksanakan donor darah, yang rencana  ke depannya.

Jumat, 02 Mei 2014

3 Mei 2014



       Orang yang tinggal di kampung tentunya tak  asing dengan acara hajatan. Pada dasarnya, hajatan adalah pesta, perayaan atau syukuran terhadap suatu moment yang jarang terjadi seperti pernikahan dan sunatan. Sudah menjadi tradisi kalau ada anggota keluarga yang mau nikah atau sunatan lantas keluarga tersebut mengadakan hajatan, walaupun tidak wajib namun jika tidak melaksanakan terasa belum lengkap.

      Di kampung saya di daerah Majalengka pun sering dijumpai acara hajatan. Biasanya, masyarakat lokal percaya jika ingin mengadakan acara hajatan haruslah dilaksanakan pada bulan-bulan tertentu yang diyakini baik dibandingkan bulan yang lain. Adanya kepercayaan terhadap bulan yang baik itu menyebabkan kadangkala dalam satu waktu atau bulan yang sama ada banyak orang yang menyelenggarakan hajatan, sehingga dalam situasi seperti ini tidak jarang membuat warga menjadi pusing karena banyak dana dan beras yang harus dikeluarkan sebagai bentuk sumbangan, Sangat unik menurut saya.

        Walau sebenarnya menyumbang (kondangan) pada acara hajatan itu tidak wajib namun bagi masyarakat lokal (pedesaan) hal itu adalah tindakan setengah wajib karena kalau tidak menyumbang maka akan menimbulkan rasa tidak enak atau malu ketika bertemu dengan si empunya hajatan. Kadang-kadang pengeluaran untuk keperluan kondangan lebih besar dari pengeluaran untuk keperluan sehari-hari, kalau sudah seperti ini maka berlaku idiom “beban sosial lebih besar dari beban ekonomi”.

    Dalam acara hajatan tentunya ada orang-orang yang bekerja dan memiliki peran penting untuk menyukseskan acara tersebut dan di kampung saya mereka disebut sebagai glidig. Mereka ini (glidig) merupakan orang-orang yang bertugas pada urusan dapur dan konsumsi, dari mulai memasak, menghidangkan makanan sampai mencuci piring. Pada umumya posisi sebagai glidig dipercayakan kepada orang yang telah biasa melakoni pekerjaan tersebut sebelumnya alias orang yang sudah berpengalaman.
        
Inilah contoh seorang glidig saat acara hajatan:


 Termenung dan lapar.


 Lumayan dapat makan.


Akhirnya, nyuci juga. wkwkwk