Kamis, 05 Juni 2014

Masa muda itu menurut saya adalah suatu masa dimana terjadi gejolak dalam diri untuk  menuntut sebuah idealisme menjadi sebuah kewajaran. Kurang lebih itulah definisi masa muda menurut pemikiran saya. Kadang terbersit di dalam pikiran saya bahwa saya belum mengoptimalkan masa muda saya. Mengoptimalkan dengan hal-hal bermanfaat yang kelak akan berguna bagi diri saya di masa depan kelak. Bukannya saya bersikap tidak bersyukur, namun ini hanya manifestasi rasa kekecewaan terhadap diri yang belum mampu memberikan yang terbaik.

Manusia selalu terlena dengan keadaan dan selalu merasa tenteram dan enggan beranjak dari zona nyaman. Kadang keterlenaan kita tersebut tanpa disadari membawa kita kepada hal-hal di luar batas. Misalnya kita mengabaikan kewajiban ibadah, terlalu banyak tertawa dan bercanda, menunda-nunda pekerjaan, bangga dengan perbuatan dosa, dan hal-hal negatif lainnya. Merujuk pada sebuah hadist yang menyatakan, "Dua nikmat yang sering dan disia-siakan oleh banyak orang: kesehatan dan kesempatan".  (HR Bukhari)

Ketika memasuki dunia perkuliahan, yang pada umumnya menurut standar usia pendidikan di Indonesia berada pada usia 19 tahun, kita dihadapi pilihan untuk berkontribusi, mengukir sejarah, dan tentunya meninggalkan "jejak". Pengalaman saya pribadi, saya belum berhasil memanfaatkan kesempatan tersebut di tingkat pertama/persiapan. Saya hanya menjadi mahasiswa "kupu-kupu" (kuliah-pulang-kuliah-pulang) yang tidak mengenal sama sekali kehidupan di luar kehidupan akademis kampus. Saya hanya mendengar serunya cerita-cerita tentang asyiknya mengikuti kegiatan di luar kegiatan akademis melalui celotehan-celotehan teman-teman saya. Di tingkat dua, barulah saya merasakan nikmatnya mengikuti kegiatan di luar kegiatan akademik atau yang lumrah disebut kegiatan kemahasiswaan. Merasakan bagaimana senangnya bisa kenal dengan teman-teman antar jurusan hingga kakak-kakak kelas antar jurusan. Jaringan-jaringan itulah yang kelak dapat membantu kita ketika memasuki masa pasca kampus. Lalu kesempatan untuk pengembangan diri terbuka lebar. Mulai dari skill olahbicara, negosiasi, hingga leadership kita dapatkan disini. Di samping itu semua, keberadaan kita di kegiatan kemahasiswaan secara langsung memberikan sumbangan dan kontribusi positif bagi teman-teman kita yang lain. Misalnya dengan penyelenggaraan acara-acara bertemakan lingkungan dan pendidikan yang sasarannya adalah teman-teman se-fakultas.

Banyak hal-hal besar yang dapat kita raih bila kita mau meninggalkan zona nyaman. Thomas Alva Edison misalnya, beliau telah melakukan lebih dari 10.000 eksperimen. Sebagian besar gagal dan yang berhasil salah satunya adalah lampu pijar, yang sangat berguna bagi masyarakat untuk penerangan. Sebenarnya bisa saja Edison setiap harinya diisi dengan bersantai, bermain, dan meninggalkan aktivitas eksperimennya. Namun berbekal tekad dan kemauan keras beliau berhasil menaklukkan rasa malasnya untuk menggi mimpinya yang bermanfaat bagi orang lain dan generasi sesudahnya.

Pemuda adalah agen perubahan. Mengapa demikian? Karena pemuda pada dasarnya berada pada masa di mana kondisi fisik seorang manusia mencapai puncaknya. Lalu, pemuda adalah kaum yang memiliki pemikiran-pemikiran brilian dan inovatif untuk memecahkan masalah. Sebuah kutipan terkenal dari Bung Karno, "Berikan aku sepuluh muda maka akan kuguncang dunia". Dan, pemuda adalah pewaris dan penerus dari generasi sebelumnya. Amanah pembangunan berada di pundak mereka. Namun yang dimaksud dengan pemuda sebagai agen perubahan itu pemuda yang mana? Jawabannya jelas, pemuda yang selalu haus akan pengembangan diri. Pemuda yang selalu tidak merasa puas dengan ilmunya dan terus berusaha meningkatkan ilmu dan kemampuannya. Tentu semua itu tidak diperoleh secara instan. Harus ada proses berkesinambungan untuk menggapainya. Pun tidak susah untuk direalisasikan, karena pengembangan diri masih terkait dengan kehidupan sehari-hari.

0 komentar:

Posting Komentar